Indonesia Prevalensi dan Komponen Sindrom Metabolik pada Pekerja Pria di Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Sindrom metabolik (MetS) telah muncul sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di dunia dan prevalensi sindrom ini bervariasi antar populasi. Hanya sedikit informasi mengenai epidemiologi MetS pada pekerja pria di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, komponen dan faktor risiko MetS pada populasi pekerja pria di Indonesia.
Metode : Penelitian ini merupakan studi cross sectional terhadap 1298 pekerja (median usia, IQR 41,37-48 tahun) yang menjalani Medical Check Up (MCU) rutin. Sindrom metabolik didiagnosis dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh definisi National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel-III yang telah direvisi (ATP III 2005).
Hasil : Prevalensi sindrom metabolik adalah 13,9% pada pekerja laki-laki. Kelainan yang paling umum di antara semua peserta adalah hipertrigliseridemia (94,5%) dan obesitas perut (80,6%) [p lebih kecil dari 0,001]. Analisis regresi logistik multivariabel mengungkapkan bahwa obesitas (OR: 9,29; 95% CI: 5,56-15,54), kelebihan berat badan (OR: 2,15; 95% CI: 1,11-4,18), bertambahnya usia (OR: 2,39; 95% CI: 1,36-4. 21), sel darah putih/WBC atau leukosit (OR: 1,13; 95% CI: 1,04-1,24) dan olahraga (OR: 1,51; 95% CI: 1,06-2,15), berhubungan dengan risiko lebih tinggi terkena MetS pada populasi pekerja.
Kesimpulan : Komponen MetS yang paling umum pada pekerja adalah hipertrigliserida diikuti oleh obesitas abdominal. Akibatnya, ada kemungkinan bahwa ini adalah komponen MetS pertama yang dapat dideteksi pada populasi pekerja. Deteksi dini komponen MetS, terutama pada pekerja yang mengalami obesitas, bisa menjadi cara yang efektif untuk mencegah perkembangan sindrom ini.