Tinjauan Sindrom Inflamasi Multisistem pasca COVID-19 pada Anak
Abstrak
Infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang menyebabkan pandemi coronavirus disease of 2019 (COVID-19) pertama kali dilaporkan pada bulan Desember 2019. Sejak saat itu, berbagai negara mulai melaporkan adanya populasi anak yang dirawat dengan klinis demam persisten, renjatan kardiovaskuler, dan manifestasi hiperinflamasi multisistem pasca infeksi SARS-CoV-2 yang menyerupai sindrom renjatan toksik atau pun penyakit Kawasaki. Terminologi yang digunakan oleh Royal College of Paediatrics and Child Health (RCPCH) untuk kondisi klinis tersebut yaitu Pediatric Inflammatory Multisystem Syndrome Temporarily Associated with SARS-CoV-2 (PIMS-TS), yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) sesuai Centers for Disease Control (CDC) dan World Health Organization (WHO). Spektrum klinis, derajat berat, dan gejala MIS-C sangat beragam dengan gejala yang paling sering dilaporkan adalah demam persisten (97-100% pasien), bersamaan dengan manifestasi klinis pada sistem gastrointestinal (70% pasien), kardiovaskular, dan atau dermatologis. Hingga saat ini, patogenesis yang mendasari terjadinya MIS-C belum diketahui secara pasti. Tatalaksana kasus MIS-C memerlukan kolaborasi multidisiplin ilmu. Konsensus maupun pedoman baku untuk tata laksana MIS-C belum disepakati para ahli, namun secara umum terapi awal meliputi pemberian imunoglobulin intravena (IVIG) dan kortikosteroid.