Perempuan Post-Menopause dengan Pseudocyesis di Daerah Rural : Segi Perspektif Sosial Budaya
Abstrak
Pendahuluan: Pseudocyesis berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari 2 suku kata, yaitu: Pseudo (palsu) dan Kyesis (kehamilan). Pseudocyesis merupakan kondisi masalah kesehatan jiwa dimana penderitanya percaya bahwa dirinya hamil disertai tanda dan gejala kehamilan. Masyarakat Kei menganut sistem kekerabatan patrilineal dan sudah melestarikan hukum adat secara turun-temurun yang disebut sebagai “Larvul Ngabal”. Hukum adat ini mengatur beberapa aspek kehidupan termasuk pernikahan dan keturunan.
Laporan Kasus: Seorang wanita berusia 60 tahun datang ke klinik rawat jalan untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien mengatakan bahwa sejak 2 bulan yang lalu perutnya semakin membesar dan terasa ada gerakan bayi didalamnya. Pada pemeriksaan obstetrik dan pemeriskaan penunjang tidak ditemukan adanya janin. Pasien diberikan edukasi bahwa dirinya tidak hamil, namun pasien tetap yakin bahwa dirinya hamil.
Diskusi Kasus: Pasien ini sudah memasuki usia post menopause dan sudah menikah untuk ke dua kalinya. Pasien dan suaminya ingin memiliki keturunan anak laki-laki. Masyrakat Kei menganut sistem patrilineal, sehingga anak laki-laki diharpakan meneruskan atau memperkuat garis keturunan ayah. Namun, pasien saat ini belum memiliki keturunan. Sehingga, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisinya.
Kesimpulan: Pseudocyesis merefleksikan gangguan somatisasi pada pasien karena tidak terwujudnya keinginan pasien untuk memiliki keturunan. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sosial-budaya.